Diberdayakan oleh Blogger.

Senin, 31 Desember 2012

FADHILAH RATIB AL HADDAD

Ratib Al-Haddad ini diambil dari nama penyusunnya, Yakni Imam Abdullah bin Alawi Al-Haddad, seorang pembaharu Islam (mujaddid) yang terkenal. Dari doa-doa dan zikir-zikir karangan dan susunan beliau, Ratib Al-Haddad lah yang paling terkenal dan masyhur. Ratib yang bergelar Al-Ratib Al-Syahir (Ratib Yang Termasyhur) disusun berdasarkan inspirasi, pada malam Lailatul Qadar 27 Ramadhan 1071 Hijriyah (bersamaan 26 Mei 1661).

Ratib ini disusun atas permintaan salah seorang murid beliau, ‘Amir dari keluarga Bani Sa’d yang tinggal di sebuah kampung di Shibam, Hadhramaut. Tujuan ‘Amir membuat permintaan tersebut untuk mengadakan suatu wirid dan zikir untuk amalan penduduk kampungnya agar mereka dapat mempertahan dan menyelamatkan diri dari ajaran sesat yang sedang melanda Hadhramaut ketika itu.

Pertama kalinya Ratib ini dibaca di kampung ‘Amir sendiri, yakni di kota Shibam setelah mendapat izin dan ijazah daripada Al-Imam Abdullah Al-Haddad sendiri. Selepas itu Ratib dibaca di Masjid Al-Imam Al-Haddad di Al-Hawi, Tarim dalam tahun 1072 Hijriah bersamaan tahun 1661 Masehi. Pada kebiasaannya ratib ini dibaca berjamaah bersama doa dan nafalnya, setelah solat Isya’. Pada bulan Ramadhan dibaca sebelum solat Isya’. Mengikut Imam Al-Haddad di kawasan-kawasan di mana Ratib al-Haddad ini diamalkan, dengan izin Allah kawasan-kawasan tersebut selamat dipertahankan dari pengaruh sesat tersebut.

Ketahuilah bahawa setiap ayat, doa, dan nama Allah yang disebutkan di dalam ratib ini dipetik dari Al-Quran dan hadith Rasulullah S.A.W. Ini berdasarkan sarana Imam Al-Haddad sendiri. Beliau menyusun zikir-zikir yang pendek yang dibaca berulang kali, dan dengan itu memudahkan pembacanya.

Keutamaan Rotib Hadad. (1)

Cerita-cerita yang dikumpulkan mengenai kelebihan RatibAl-Haddad banyak tercatat dalam buku Syarah Ratib Al-Haddad, antaranya: Telah berkata Habib Abu Bakar bin Abdullah Al-Jufri yang bertempat tinggal di Seiwun (Hadhramaut): “Pada suatu masa kami serombongan sedang menuju ke Makkah untuk menunaikan Haji, bahtera kami terkandas tidak dapat meneruskan perjalanannya kerana tidak ada angin yang menolaknya. Maka kami berlabuh di sebuah pantai, lalu kami isikan gerbah-gerbah (tempat isi air terbuat dari kulit) kami dengan air, dan kami pun berangkat berjalan kaki siang dan malam, kerana kami bimbang akan ketinggalan Haji. Di suatu perhentian, kami cuba meminum air dalam gerbah itu dan kami dapati airnya payau dan masin, lalu kami buangkan air itu. Kami duduk tidak tahu apa yang mesti hendak dibuat. Maka saya anjurkan rombongan kami itu untuk membaca Ratib Haddad ini, mudah-mudahan Allah akan memberikan kelapangan dari perkara yang kami hadapi itu. Belum sempat kami habis membacanya, tiba-tiba kami lihat dari kejauhan sekumpulan orang yang sedang menunggang unta menuju ke tempat kami, kami bergembira sekali. Tetapi ketika mereka mendekati kami, kami dapati mereka itu perompak-perompak yang kerap merampas harta-benda orang yang lalu-lalang di situ. Namun rupanya Allah Ta’ala telah melembutkan hati mereka bila mereka dapati kami terkandas di situ, lalu mereka memberi kami minum dan mengajak kami menunggang unta mereka untuk disampaikan kami ke tempat sekumpulan kaum Syarif* tanpa diganggu kami sama sekali, dan dari situ kami pun berangkat lagi menuju ke Haji, syukurlah atas bantuan Alloh SWT karena berkat membaca Ratib ini.

Cerita ini pula diberitakan oleh seorang yang mencintai keturunan Sayyid, katanya: “Sekali peristiwa saya berangkat dari negeri Ahsa’i menuju ke Hufuf. Di perjalanan itu saya terlihat kaum Badwi yang biasanya merampas hak orang yang melintasi perjalanan itu. Saya pun berhenti dan duduk, di mana tempat itu pula saya gariskan tanahnya mengelilingiku dan saya duduk di tengah-tengahnya membaca Ratib ini. Dengan kuasa Alloh mereka telah berlalu di hadapanku seperti orang yang tidak menampakku, sedang aku memandang mereka.” Begitu juga pernah berlaku semacam itu kepada seorang alim yang mulia, namanya Hasan bin Harun ketika dia keluar bersama-sama teman-temannya dari negerinya di sudut Oman menuju ke Hadhramaut. Di perjalanan mereka dibajak oleh gerombolan perompak, maka dia menyuruh orang-orang yang bersama-samanya membaca Ratib ini. Alhamdulillah, gerombolan perompak itu tidak mengapa-apakan siapapun, malah mereka berlalu dengan tidak mengganggu.

Apa yang diberitakan oleh seorang Arif Billah Abdul Wahid bin Subait Az-Zarafi, katanya: Ada seorang penguasa yang ganas yang dikenal dengan nama Tahmas yang juga dikenal dengan nama Nadir Syah. Tahmas ini adalah seorang penguasa ajam yang telah menguasai banyak dari negeri-negeri di sekitarannya. Dia telah menyediakan tentaranya untuk memerangi negeri Aughan. Sultan Aughan yang bernama Sulaiman mengutus orang kepada Imam Habib Abdullah Haddad memberitahunya, bahwa Tahmas sedang menyiapkan tentera untuk menyerangnya. Maka Habib Abdullah Haddad mengirim Ratib ini dan menyuruh Sultan Sulaiman dan rakyatnya membacanya. Sultan Sulaiman pun mengamalkan bacaan Ratib ini dan memerintahkan tenteranya dan sekalian rakyatnya untuk membaca Ratib i ini dengan bertitah: “Kita tidak akan dapat dikuasai Tahmas kerana kita ada benteng yang kuat, iaitu Ratib Haddad ini.” Benarlah apa yang dikatakan Sultan Sulaiman itu, bahwa negerinya terlepas dari penyerangan Tahmas dan terselamat dari angkara penguasa yang ganas itu dengan sebab berkat Ratib Haddad ini.

Saudara penulis Syarah Ratib Al-Haddad ini yang bernama Abdullah bin Ahmad juga pernah mengalami peristiwa yang sama, yaitu ketika dia berangkat dari negeri Syiher menuju ke bandar Syugrah dengan kapal, tiba-tiba angin macet tiada bertiup lagi, lalu kapal itu pun terkandas tidak bergerak lagi. Agak lama kami menunggu namun tidak berhasil juga. Maka saya mengajak rekan-rekan membaca Ratib ini , maka tidak berapa lama datang angin membawa kapal kami ke tujuannya dengan selamat dengan berkah membaca Ratib ini.

Suatu pengalaman lagi dari Sayyid Awadh Barakat Asy-Syathiri Ba’alawi ketika dia belayar dengan kapal, lalu kapal itu telah tersesat jalan sehingga membawanya terkandas di pinggir sebuah batu karang. Ketika itu angin juga macet tidak dapat menggerakkan kapal itu keluar dari bahayanya. Kami sekalian merasa bimbang, lalu kami membaca Ratib ini dengan niat Alloh akan menyelamatkan kami. Maka dengan kuasa Alloh SWT datanglah angin dan menarik kami keluar dari tempat itu menuju ke tempat tujuan kami. Maka kerana itu saya amalkan membaca Ratib ini. Pada suatu malam saya tertidur sebelum membacanya, lalu saya bermimpi Habib Abdullah Haddad datang mengingatkanku supaya membaca Ratib ini, dan saya pun tersadar dari tidur dan terus membaca Ratib Haddad itu.

Di antaranya lagi apa yang diceritakan oleh Syeikh Allamah Sufi murid Ahmad Asy-Syajjar, iaitu Muhammad bin Rumi Al-Hijazi, dia berkata: “Saya bermimpi seolah-olah saya berada di hadapan Habib Abdullah Haddad, penyusun Ratib ini. Tiba-tiba datang seorang lelaki memohon sesuatu daripada Habib Abdullah Haddad, maka dia telah memberiku semacam rantai dan sayapun memberikannya kepada orang itu. Pada hari besoknya, datang kepadaku seorang lelaki dan meminta daripadaku ijazah (kebenaran guru) untuk membaca Ratib Haddad ini, sebagaimana yang diijazahkan kepadaku oleh guruku Ahmad Asy-Syajjar. Aku pun memberitahu orang itu tentang mimpiku semalam, yakni ketika saya berada di majlis Habib Abdullah Haddad, lalu ada seorang yang datang kepadanya. Kalau begitu, kataku, engkaulah orang itu.” Dari kebiasaan Syeikh Al-Hijazi ini, dia selalu membaca Ratib Haddad ketika saat ketakutan baik di siang hari mahupun malamnya, dan memang jika dapat dibaca pada kedua-dua masa itulah yang paling utama, sebagaimana yang dipesan oleh penyusun Ratib ini sendiri. Ada seorang dari kota Quds (Syam) sesudah dihayatinya sendiri tentang banyak kelebihan membaca Ratib ini, dia lalu membuat suatu ruang di sudut rumahnya yang dinamakan Tempat Baca Ratib, di mana dikumpulkan orang untuk mengamalkan bacaan Ratib ini di situ pada waktu siang dan malam.

Di antaranya lagi, apa yang diberitakan oleh Sayyid Ali bin Hassan, penduduk Mirbath, katanya: “Sekali peristiwa aku tertidur sebelum aku membaca Ratib, aku lalu bermimpi datang kepadaku seorang Malaikat mengatakan kepadaku: “Setiap malam kami para Malaikat berkhidmat buatmu begini dan begitu dari bermacam-macam kebaikan, tetapi pada malam ini kami tidak membuat apa-apa pun karena engkau tidak membaca Ratib. Aku terus terjaga dari tidur lalu membaca Ratib Haddad itu dengan serta-merta.

Setengah kaum Sayyid bercerita tentang pengalamannya: “Jika aku tertidur ketika aku membaca Ratib sebelum aku menghabiskan bacaannya, aku bermimpi melihat berbagai-bagai hal yang mengherankan, tetapi jika sudah menghabiskan bacaannya, tidak bermimpi apa-apa pun.”

Di antara yang diberitakan lagi, bahawa seorang pecinta kaum Sayyid, Muhammad bin Ibrahim bin Muhammad Mughairiban yang tinggal di negeri Shai’ar, dia bercerita: “Dari adat kebiasaan Sidi Habib Zainul Abidin bin Ali bin Sidi Abdullah Haddad yang selalu aku berkhidmat kepadanya tidak pernah sekalipun meninggalkan bacaan Ratib ini. Tiba-tiba suatu malam kami tertidur pada awal waktu Isya', kami tidak membaca Ratib dan tidak bersembahyang Isya', semua orang termasuk Sidi Habib Zainul Abidin. Kami tidak sedarkan diri melainkan di waktu pagi, di mana kami dapati sebagian rumah kami terbakar.
Kini tahulah kami bahwa semua itu berlaku karena tidak membaca Ratib ini. Sebab itu kemudian kami tidak pernah meninggalkan bacaannya lagi, dan apabila sudah membacanya kami merasa tenteram, tiada sesuatupun yang akan membahayakan kami, dan kami tidak bimbang lagi terhadap rumah kami, meskipun ia terbuat dari dedaunan korma, dan bila kami tidak membacanya, hati kami tidak tenteram dan selalu kebimbangan.”


Berkata Habib Alwi bin Ahmad, penulis Syarah Ratib Al-Haddad: “Siapa yang melarang orang membaca Ratib ini dan juga wirid-wirid para salihin, niscaya dia akan ditimpa bencana yang berat daripada Allah Ta’ala, dan hal ini pernah berlaku dan bukan omong-omong kosong.” Berkata Sidi Habib Muhammad bin Zain bin Semait Ba’alawi di dalam kitabnya Ghayatul Qasd Wal Murad: Telah berkata Saiyidina Habib Abdullah Haddad: “Siapa yang menentang atau membangkang orang yang membaca Ratib kami ini dengan secara terang-terangan atau disembunyikan pembangkangannya itu akan mendapat bencana seperti yang ditimpa ke atas orang-orang yang membelakangi zikir dan wirid atau yang lalai hati mereka dari berzikir kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman: “Dan barangsiapa yang berpaling dari mengingatiKu, maka baginya akan ditakdirkan hidup yang sempit.” ( Thaha: 124 ) Allah berfirman lagi: “Dan barangsiapa yang berpaling dari mengingati Tuhan Pemurah, Kami balakan baginya syaitan yang diambilnya menjadi teman.”
( Az-Zukhruf: 36 ) Allah berfirman lagi: “Dan barangsiapa yang berpaling dari mengingat Tuhannya, Kami akan menurukannya kepada siksa yang menyesakkan nafas.” ( Al-Jin: 17)

(1) Dipetik dari: Syarah Ratib Haddad: Analisa Dan Komentar - karangan Syed Ahmad Semait, terbitan Pustaka Nasional Pte. Ltd.

الراتب الشهير
للحبيب عبد الله بن علوي الحداد
Ratib Al Haddad
Moga-moga Allah merahmatinya [Rahimahu Allahu Ta’ala]
يقول القارئ: الفَاتِحَة إِلَى حَضْرَةِ سَيِّدِنَا وَشَفِيعِنَا وَنَبِيِّنَا وَمَوْلانَا مُحَمَّد صلى الله عليه وسلم - الفاتحة-

1. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَلرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ. ماَلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ إِيِّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ. اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ. صِرَاطَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّآلِّيْنَ. آمِيْنِ
2. اَللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّموَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَآءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ وَلاَ يَؤُدُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ العَلِيُّ العَظِيْمُ.

3. آمَنَ الرَّسُوْلُ بِمَآ أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّه وَالْمُؤْمِنُوْنَ كُلٌّ آمَنَ بِاللهِ وَمَلآئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْناَ وَأَطَعْناَ غُفْراَنَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيْرُ
.
4. لاََ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَآ إِنْ نَسِيْنَآ أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنآ أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْناَ عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

5 لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. (X3)

6. سٌبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اْللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ. (X3)
7.سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحاَنَ اللهِ الْعَظِيْمِ. (X3)

8. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ. (X3)
9.اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ. ( X3)
10. أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّآمَّاتِ مِنْ شَرِّمَا خَلَقَ. (X3)
11. بِسْـمِ اللهِ الَّذِي لاَ يَضُـرُّ مَعَ اسْـمِهِ شَيْءٌ فِي الأَرْضِ وَلاَ فِي الْسَّمَـآءِ وَهُوَ الْسَّمِيْـعُ الْعَلِيْـمُ. (X3)
12. رَضِيْنَـا بِاللهِ رَبًّا وَبِالإِسْـلاَمِ دِيْنـًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيّـًا. (X3)
13. بِسْمِ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَالْخَيْرُ وَالشَّـرُّ بِمَشِيْئَـةِ اللهِ. (X3)
14. آمَنَّا بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ تُبْناَ إِلَى اللهِ باَطِناً وَظَاهِرًا. (X3)
15. يَا رَبَّنَا وَاعْفُ عَنَّا وَامْحُ الَّذِيْ كَانَ مِنَّا. (X3)

16. ياَ ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْراَمِ أَمِتْناَ عَلَى دِيْنِ الإِسْلاَمِ. (X7)
17. ياَ قَوِيُّ ياَ مَتِيْـنُ إَكْفِ شَرَّ الظَّالِمِيْـنَ. (X3)
18. أَصْلَحَ اللهُ أُمُوْرَ الْمُسْلِمِيْنَ صَرَفَ اللهُ شَرَّ الْمُؤْذِيْنَ. (X3)
19. يـَا عَلِيُّ يـَا كَبِيْرُ يـَا عَلِيْمُ يـَا قَدِيْرُ
يـَا سَمِيعُ يـَا بَصِيْرُ يـَا لَطِيْفُ يـَا خَبِيْرُ. (X3)
20. ياَ فَارِجَ الهَمِّ يَا كَاشِفَ الغَّمِّ يَا مَنْ لِعَبْدِهِ يَغْفِرُ وَيَرْحَمُ. (X3)

21. أَسْتَغْفِرُ اللهَ رَبَّ الْبَرَايَا أَسْتَغْفِرُ اللهَ مِنَ الْخَطَاياَ.(X4)
22. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ. (X50)

23. مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّفَ وَكَرَّمَ وَمَجَّدَ وَعَظَّمَ وَرَضِيَ اللهُ تَعاَلَى عَنْ آلِ وَأَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ أَجْمَعِيْنَ، وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ بِإِحْسَانٍ مِنْ يَوْمِنَا هَذَا إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَعَلَيْناَ مَعَهُمْ وَفِيْهِمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
24. بِسْم اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.
قُلْ هُوَ اللهُ أَحَـدٌ. اَللهُ الصَّمَـدُ. لَمْ يَلِـدْ وَلَمْ يٌوْلَـدْ. وَلَمْ يَكُـنْ لَهُ كُفُـوًا أَحَـدٌ. (3X3)
25. بِسْم اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ، مِنْ شَرِّ ماَ خَلَقَ، وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ، وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ، وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَد

26. بِسْم اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ، مَلِكِ النَّاسِ، إِلَهِ النَّاسِ، مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ، اَلَّذِيْ يُوَسْوِسُ فِي صُدُوْرِ النَّاسِ، مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ.
27. اَلْفَاتِحَةَ
إِلَى رُوحِ سَيِّدِنَا الْفَقِيْهِ الْمُقَدَّمِ مُحَمَّد بِن عَلِيّ باَ عَلَوِي وَأُصُولِهِمْ وَفُرُوعِهِمْ وَكفَّةِ سَادَاتِنَا آلِ أَبِي عَلَوِي أَنَّ اللهَ يُعْلِي دَرَجَاتِهِمْ فِي الْجَنَّةِ وَيَنْفَعُنَا بِهِمْ وَبِأَسْرَارِهِمْ وَأَنْوَارِ هِمْ فِي الدِّيْنِ وَالدُّنْياَ وَالآخِرَةِ.
28. اَلْفَاتِحَةَ
إِلَى أَرْوَاحِ ساَدَاتِنَا الصُّوْفِيَّةِ أَيْنَمَا كَانُوا فِي مَشَارِقِ الأَرْضِ وَمَغَارِبِهَا وَحَلَّتْ أَرْوَاحُهُمْ - أَنَّ اللهَ يُعْلِي دَرَجَاتِهِمْ فِي الْجَنَّةِ وَيَنْفَعُنَا بِهِمْ وَبِعُلُومِهِمْ وَبِأَسْرَارِهِمْ وَأَنْوَارِ هِمْ، وَيُلْحِقُنَا بِهِمْ فِي خَيْرٍ وَعَافِيَةٍ.

29. اَلْفَاتِحَةَ
إِلَى رُوْحِ صاَحِبِ الرَّاتِبِ قُطْبِ الإِرْشَادِ وَغَوْثِ الْعِبَادِ وَالْبِلاَدِ الْحَبِيْبِ عَبْدِ اللهِ بِنْ عَلَوِي الْحَدَّاد وَأُصُوْلِهِ وَفُرُوْعِهِ أَنَّ اللهَ يُعْلِي دَرَجَاتِهِمْ فِي الْجَنَّة وَيَنْفَعُنَا بِهِمْ وَأَسْرَارِهِمْ وَأَنْوَارِهِمْ بَرَكَاتِهِمْ فِي الدِّيْنِ وَالدُّنْياَ وَالآخِرَةِ.
30. اَلْفَاتِحَة
إِلَى كَافَّةِ عِبَادِ اللهِ الصّالِحِينَ وَالْوَالِدِيْنِ وَجَمِيْعِ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ أَنْ اللهَ يَغْفِرُ لَهُمْ وَيَرْحَمُهُمْ وَيَنْفَعُنَا بَأَسْرَارِهِمْ وبَرَكَاتِهِمْ
31. (ويدعو القارئ):
اَلْحَمْدُ اللهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ حَمْدًا يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَه، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وأَهْلِ بَيْتِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ بِحَقِّ الْفَتِحَةِ الْمُعَظَّمَةِ وَالسَّبْعِ الْمَثَانِيْ أَنْ تَفْتَحْ لَنَا بِكُلِّ خَيْر، وَأَنْ تَتَفَضَّلَ عَلَيْنَا بِكُلِّ خَيْر، وَأَنْ تَجْعَلْنَا مِنْ أَهْلِ الْخَيْر، وَأَنْ تُعَامِلُنَا يَا مَوْلاَنَا مُعَامَلَتَكَ لأَهْلِ الْخَيْر، وَأَنْ تَحْفَظَنَا فِي أَدْيَانِنَا وَأَنْفُسِنَا وَأَوْلاَدِنَا وَأَصْحَابِنَا وَأَحْبَابِنَا مِنْ كُلِّ مِحْنَةٍ وَبُؤْسٍ وَضِيْر إِنَّكَ وَلِيٌّ كُلِّ خَيْر وَمُتَفَضَّلٌ بِكُلِّ خَيْر وَمُعْطٍ لِكُلِّ خَيْر يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْن.
32. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْـأَلُكَ رِضَـاكَ وَالْجَنَّـةَ وَنَـعُوْذُ بِكَ مِنْ سَـخَطِكَ وَالنَّـارِ. (X3)

Syaikhu wa Mursyid Al Habib Rais Ridjaly bin Hasjim Bin Thahir Ar Baabul Qabdli


Habîb Raîs diahirkan hari Kamis, 11 Agustus 1960, pukul 15.30 WIT, di Daerah Batu Merah, Ambon Maluku, Indonesia. Masa pendidikan formalnya dilalui sejak 1964–1987.

Semasa kecil selalu membaca buku–buku yang membahas tentang Filsafat. Sehingga pada usia 7 tahun, Habîb Raîs telah membaca buku filsafat, “Alam Pikiran Yunani“, sebanyak 20 jilid, dan pada usia tersebut, Habîb Raîs diberikan pendidikan oleh orang tuanya sendiri melalui metode ceritera tentang Abû Nawâs (Mansyûr bin Mu h ammad) yang hidup pada jaman Sulthân Hârûn al-Rasyîd, di Bagdad. Habîb Raîs, pada masa itu, telah menghafal ± 100 judul ceritera tentang kecerdikan Abu Nawas tersebut.

Pada usia 14 tahun (1974), Habîb Raîs dibimbing secara ruhani dengan bentuk yang masih sederhana oleh orang tuanya sendiri. Dan orang tuanya, sekarang, mendirikan tharîqat yang disebut “Tharîqat Taufîqiyyah An-Nûriyyah“ atau beliau istilahkan juga dengan “Tharîqat Ahlûl Bait” yang bersumber pada keilmuan tentang Hakikat dan Ma’rifatullah.Pada usia 17 tahun (1977), Habîb Raîs diberikan suatu pemahaman tentang pohon keyakinan agama oleh orang tuanya sendiri, yang akrab dipanggil Abah. Kata orang tuanya; “ Sekalipun kepalamu putus, keyakinan ini tidak boleh engkau lepaskan karena inilah kebenaran yang hakiki itu “.

Tahun 1980, Habîb Raîs menyelesaikan pendidikan lanjutan atas di kota Sorong, Irian Jaya. Dan tahun 1982 mengambil perkuliahan di Universitas Kristen Indonesia (UKI), Fakultas Hukum Perdata. Perkuliahan dapat diselesaikan pada tahun 1987, non Skripsi serta tanpa Wisuda Keserjanaan, dengan alasan bahwa biarlah para teman-temannya mengambil Wisuda dan Ijazah keserjanaan, tapi beliau akan menghambil Wisuda dan Ijazah SIR-JANNAH (Rahasia Sorga), dan bukan Sarjana.

Akhirnya, terbukti, pada saat teman sekuliahnya sedang mengusahakan pemutihan atas keterlambatan pelajaran mereka pada Universitas, karena terjadi peralihan sistim pendidikan dari sistim Paket kepada sistim SKS, Habîb Raîs pun pada masa itu menerima Khirqah dari WaliyulLâh Syekh Yûsuf Tuanta Salamaka Tâjul Khalwati Abû Al-Ma h âsin Al-Maqâsari r.a. yang hadir bersama Tuanta Imam Lapeo dan Tuanta Masakilang Karaeng Bogo sebagai saksi. Kata Syekh Yûsuf Tuanta Salamaka; Pemberian ini atas ijin dan perintah dari Tuan kami, Syekh ´Abdul Qâdir Al-Jailâni yang tinggal di Bagdad“.

Inilah yang disebut SIR-JANNAH (Rahasia Surga) dan bukan SARJANAH (sepotong kertas yang tidak menjamin keselamatan dunia maupun akhirat). Selain Gurunya Tuanta Salamaka Syekh Yûsuf, Habîb Raîs juga belajar pada guru-guru yang hidup dimasanya sekaraag yaitu:

Sekilas Tentang Guru-gurunya 
Banyak sekali para guru yang ditemuinya, tapi ada beberapa guru saja yang Habîb Raîs berbaiat kepada mereka untuk menjadi murid mereka dalam hal keilmuan tentang Haqîqatul Insân dan Ma´rifatulLâah beserta segala ilmu pemahamannya yang terkait erat dalam rangka pengenalan yang dimaksud;
  1. Habîb Hâsjim bin Husein bin ´Ali bin ´Abdurrahmân bin ´Abdullâh (Shâ h ibul Masilah Hadralmaut ) bin Husein Bin Thâhir (Maulâ Bin Thâhir).
  2. Tuan Syekh Musthafâ bin Syekh Mu h yidîn (1967–1992).
  3. Habîb Muhammad bin ´Abdullah bin ‘Umar Al-Idrûs Tanjung Batu Merah, Ambon, Maluku, Indonesia. (Kakek Ibunya Syarîfah Thalhah binti ´Abdullâh bin Muhammad bin ‘Umar Al-Idrûs).
  4. Tuan Syekh Yusuf yang bergelar Tuanta Salamaka Tâjul Khalwâti Abû Al-Mahâsin Al-Maqasari (1987–1991).
  5. Tuan Imam Lapeo asal dari Poliwali Mamasa (Polmas), Sulawesi Selatan (1987–1992).
  6. Habîb Muhammad Al-Gadri, yang dikenal dengan sebutan Habîb Marunda (1993–masih sampai sekarang tahun 2003).
  7. Beberapa Guru asal Jawa Timur yang sangat dalam ilmu kebatinannya (1995).
  8. Beberapa Guru asal Jawa Tengah yang sangat dalam Ilmunya tentang pengenalan akan Hakikat dan Ma’rifatullâh (1995).
  9. Seorang guru dari Beas India yang sangat Masyhur namanya di kalangan Lintas Agama seluruh Dunia, yaitu Hazur Maharaj Charan Sing Ji (1983–1985).
  10. Syekh Hârûn al-Rasyîd yang akrab dipanggil dengan nama Syekh Faye dari Sinegal (awal 2003–sekarang ini).

1. Habîb Hâsjim Bin Husein Bin Thâhir; 
Orang Tuanya sendiri, yang menguasai perbendaharaan Ilmu Hakikat dan Ma’rifatullâh yang tuntas secara keilmuan, menguasai Ilmu peralihan bahasa Arab kepada bahasa Indonesia, dan beliau adalah salah satu manusia yang selama hidupnya mencatat setiap mimpinya tanpa terlewati seharipun, lengkap dengan hari, tanggal, jam dan detik. Mimpi-mimpinya itu ialah tentang pengkabaran pemahaman Ilmu Hakikat dan Ma’rifatullâh, serta segala kejadian yang belum terjadi di negara Indonesia maupun diseluruh dunia. Sebagai contoh, beliau bermimpi bahwa: Amerika akan dikejutkan oleh suatu ledakan yang sangat dahsyat sekali . Setelah sekian puluh tahun, ternyata, terjadilah kejadian 11 September 2001. Dan dalam jarak 20 tahun, sebelum kejadian, beliau bermimpi tentang Amin Rais , bahwa Pimpinan Muhammaddiyah pusat bernamanya Ikrâman Mahbûb , 5 tahun kemudian beliau bermimpi lagi bahwa yang disebut Ikrâman Mahbûb adalah Amin Rais, yang waktu itu masih bersekolah di Luar Negeri. Ternyata beberapa tahun kemudian Amin Rais menjadi Pimpinan Muhammadiyah Pusat, dan kemudian menjadi Ketua MPR. Inilah Jabatan yang termulia di negeri ini ( Ikrâman Ma h bûb = yang mulia lagi dicintai) ternyata mimpinya itu, sangat tepat kejadiannya beliau telah diberitahukan lebih dahulu lewat mimpi-mimpinya.
Habîb Hâsjim diangkat langsung sebagai murid oleh Syekh ´Abdul Qâdir Al-Jailâni r.a. pada tahun 1967 di Desa Waras-waras, Seram Timur, Maluku, Indonesia. Kehadiran Tuan Syekh ´Abdul Qâdir Al-Jailâni r.a sangat mengagumkan sekali, dengan pengawalan yang cukup ketat dari kalangan bangsa Ruhani dan bangsa Jin Islam yang ta’at pada perintah AlLah SWT. Kebenaran kehadirannya, sudah barang tentu, dengan segala tanda-tanda yang dapat dipercaya tentang kebenaran kehadiran tersebut. Dari sinilah, Habîb Hâsjim dibimbing secara terus menerus selama 26 tahun (1967– 1993). Semua perintah Syekh ´Abdul Qâdir Al-Jailâni r.a, yang datang secara ruhani, dicatat dengan terperinci. Begitu juga, segala isi pembicaraan para Ruhani dengannya, tidak luput ditulisnya. Hal ini bertujuan, untuk kemudian hari, dijadikan pelajaran bagi anak-anaknya serta orang lain tentunya.

2. Habîb Muhammad bin ´Abdullâh bin ‘Umar Al-Idrûs;
Seorang WaliyulLâh yang sangat besar kemuliaannya dimasa kehidupannya. Habîb Muhammad ialah seorang pejuang kemerdekaan dalam menentang kaum penjajah, Belanda. Belanda mengasingkan Habîb Muhammad dari kota Semarang ke pulau Kupang, di sanalah Habîb Muhammad menikah. Dan saat istrinya sedang hamil, Habîb Muhammad diasingkan lagi ke Ambon. Habîb Muhammad menamakan anaknya dalam kandungan istrinya yang ditinggalkan di Timor, Kupang, dengan nama Abdul Rahmân. S telah Habîb Muhammad tiba di kota Ambon, kampung Batu Merah, maka beliau mendapatkan sebuah gundukan tanah di bawah tempat tidurnya. Beliau pun mengatakan, inilah anaknya yang bernama Habîb ´Abdul Rahmân telah lahir di Timor, Kupang, dan AlLâh SWT telah mengembalikannya langsung keharibaan-Nya.
Kemudian, gundukan tanah tersebut dipindahkan ke atas bukit. Menjadilah ia suatu Makam, yang pada masa itu mengeluarkan cahaya terang pada setiap malam Jum’atnya, dan akhirnya oleh masyarakat dikenal dengan nama Karamat Tanjung Batu Merah Ambon.
Habîb Muhammad setiap harinya menyusun perlawanan terhadap Penjajah Belanda di Kota ambon, maka beliau diasingkan ke Solo, Jawa Tengah. Di sana beliau kembali kepada keharibaan-Nya, AlLâh SWT. Saat dikuburkan dan setelah ditutup tanahnya, dan saat hendak disiramkan air di atas kubunya, ternyata kuburannya telah lenyap tanpa meninggalkan bekas sedikitpun, sementara tempat bekas galian itu menjadi seperti sebelum digalikan kuburannya. Semoga AlLâh senantiasa memberi rahmat yang besar kepada beliau khususnya. Amin yâ rabbal ‘Âlamîn.

3. Tuan Syekh Musthafâ bin Syekh Muhyiddîn ;
Berasal dari bangsa Ruhâni yang sangat besar kekuasaannya. Syekh Musthafâ telah datang kepada kedua orang tua Habîb Raîs, tahun 1967, di bawah perintah AlLah SWT. serta di bawah pengawasan Syekh ´Abdul Qâdir Al-Jailâni r.a beserta pendamping–pendampingnya yang lain, di antaranya Tuan Syekh ‘Ali, Tuan Syekh Shaleh dan sebagainya.
Mereka semua datang untuk membimbing kedua orang tua Habib Rais serta semua anak-anaknya, termasuk Habîb Raîs sendiri untuk tetap selalu berada dalam kebaikan AlLâh SWT. dan barakat para wali-Nya. Jadi, sejak Habîb Raîs berusia 6 tahun sudah berada dalam suasana keakraban dengan para wali AlLâh dan para ruhani–ruhani-Nya. Dan tahun 1992, Tuan Syekh Musthafâ serta para pendampingnya mengatakan, bahwa misi mereka dari AlLâh SWT. untuk pertama ini telah selesai. Maka, kami nanti akan kembali semuanya kepada H abib Rais. Kami datang dari tahun 1967 dan sampai akan kami kembali kepada Habîb Rais. Ini semua adalah karena Barakat yang senantiasa mengalir dari kemuliaannya Habib Muhammad bin ´Abdullah bin ´Umar Al-Idrûs karamat Tanjung Batu Merah Ambon ). Secara kebetulan, saat kalimat perpisahan dari para Ruhani ini kepada orang tua Habîb Raîs ( Habîb Hâsjim), Habîb Raîs berada bersama kedua orang tuanya (mudah-mudahan AlLâh SWT mengembalikan bangsa Ruhani itu kepada Habib Rais dengan misi yang lebih baik dan berguna kepada kita semuanya khususnya, dan kepada kemanusiaan pada umumnya. Amin yâ rabbal ´Âlamîn ).

4. Tuan Syekh Yûsuf Tuanta Salamaka;
Pimpinan para wali di wilayah Sulawesi Selatan, yang dikenal dengan istilah Wali Pitu (wali tujuh). Beliau telah hadir dalam suatu “Nûr” yang sangat cemerlang sekali, dan beliau mengatakan, kehadirannya ini di bawah perintah AlLâh SWT dan di bawah pengawasan Tuan Syekh ´Abdul Qâdir Al-Jailâni r.a . Hal khusus yang diajarkannya yaitu mengenai “ Bagaimanakah seseorang bisa dapat berhubungan dan meminta langsung kepada AlLâh SWT ”. Selama ini mayoritas orang menyangka, mereka telah dapat berhubungan dan meminta langsung kepada AlLâh SWT. dengan hanya mengatakan “ Ya AlLâh saya begini dan begitu ….’ , mereka menyangka dengan hanya mulutnya menyebut kata AlLâh SWT, maka itu berarti sudah meminta langsung kepada AlLâh SWT. Semua ini harus dengan pengetahuan dan keilmuan serta i´itikad yang kuat sebagaimana para Wali-Nya telah diperbuat. Maka beliaupun dengan ijin AlLâh SWT. dan dengan pengawasan yang ketat dari Tuan Syekh ´Abdul Qâdir Al-Jailâni r.a, beliau memberikan pengajaran tersebut kepada Habîb Raîs, selama 9 bulan. Habîb Raîs mengikuti—dari hari ke hari—pengajaran tersebut, dan dengan kecerdikannya maka beliau dapat menangkap semua pengajaran tersebut.

5. Tuan Imam Lapeo r.a;
Dengan ijin AlLâh SWT. dan di bawah pengawasan Tuan Syekh Yûsuf Tuanta Salamaka r.a, beliau mengajarkan kepada Habîb Raîs beberapa Ilmu Hikmah; penggunaannya menyangkut HURUF atau dengan kata lain ilmu tersebut dinamakan Asrâru’l Hurûf , dan beliau bersama Tuan Syekh Yûsuf Tuanta Salamak r.a berjanji kepada Habîb Raîs, bahwa mereka akan kembali kepada Habîb Raîs saat umurnya sudah bertambah (saat itu Habîb Raîs berumur 27 tahun). Mungkin maksudnya kalau sudah lebih matang dalam keilmuan tentang ketuhanan.

6. Habîb Muhammad Al-Gadri;
Beliau dikenal dengan sebutan Habîb Marunda. Kalau ada orang yang menanyakan namanya, maka dengan cepat beliau menjawab“ nama saya habib gila “. Habîb Marunda membangun Padepokan di Marunda. Majelisnya diadakan setiap malam Jum’at; Dzikir yang dibacakan mulai jam 00.00 tengah malam sampai dengan selesai lebih kurang 3 jam 03.00. Habîb Marunda telah memantapkan keyakinan Habîb Raîs tentang ilmu dan keilmuan yang ada pada diri Habîb Raîs itu sendiri, dengan diangkatnya Habîb Raîs menjadi anaknya (dibai´atnya pada tahun 1993). Habîb Marunda, seorang yang sangat teguh dalam prinsipnya, kalimat-kalimatnya tidak pernah memperlihatkan ada kekhawatiran pada hati beliau-beliau. Bersama Habîb Marunda, Habîb Raîs telah dibawa keberbagai daerah untuk mengunjungi tempat–tempat yang baik dan mulia. Dan bersama beliau pula, Habib Rais mendapat banyak pengalaman batin yang sangat besar dan baik. Mudah-mudahan AlLâh SWT dan para wali-Nya memberkati beliau selalu. Amin ya Rabbal Alamiin.

7. Guru–guru dari Jawa Timur;
Mereka mengajarkan kepada Habîb Raîs tentang hal pandangan batin ataupun tentang penampakan makhluk halus yang selama ini menjadi gaib bagi kebanyakan orang awam. Dari ilmu yang diajarkan itu, banyak hal yang gaib dapat dilihat secara kasat mata.

8. Guru–guru dari Jawa Tengah;
Mereka mengajarkan kepada Habîb Raîs, ilmu yang telah didudukan lebih dahulu dasarnya oleh Abahnya sendiri, Habîb Hâsjim Bin Thâhir, yaitu tentang Ilmu Tiga . Barangsiapa tidak menguasainya secara benar dan mendalam sampai tuntas pendapatannya, maka ia akan hidup sia–sia di dunia maupun di akhirat kelak; Ilmu Takbîratul Ihrâm (Ilmu Shalat) – Ilmu Nisâi (Ilmu Perkawinan) – Ilmu Sakarâtul Maut (Ilmu untuk kembali hidup setelah mati ).

9. Hazur Maharaj Charan Sing Ji;
Seorang guru besar dari Beas India. Maharaj mengajarkan suatu metode untuk mendengar suara di dalam diri setiap orang. Pengajarannya lebih menekanan pada Dzikir Lima Nama Suci (Kontempelasi). Habîb Raîs mengambil inisiasi kepadanya dalam rangka mendapatkan sebuah perbandingan Agama atau Keilmuan dari para Guru yang dipandang masyhur oleh minimal murid-muridnya, apalagi oleh manusia diberbagai negara di dunia ini.
Pengambilan guru tersebut oleh Habîb Raîs pada tahun 1983, dan setelah 3 bulan mengikuti ceramahnya, Habîb Raîs diterima untuk diinisiasi pada tahun 1983 itu juga. (Ini adalah sesuatu di luar kebiasaan yang terjadi di kalangan majelis ini. Karena seseorang yang dapat diterima untuk diinisiasi oleh Guru yang dipanggil dengan sebutan Sat Guru itu, adalah minimal yang sudah mengikuti semua disiplin dalam majelis ini selama 2 tahun. Disiplin itu di antaranya, harus senantiasa mengikuti ceramahnya yang disebut Satsang, harus vegetarian (makan yang tidak bernyawa) selama 2 tahun dan minimal sudah membaca sekian judul buku-bukunya, barulah boleh mengajukan Surat Permohonan untuk diinisiasi kepada Sat Guru. Perkara diterima atau tidak diterima semuanya tergantung dari penilaian Sat Guru itu sendiri).
Tapi untuk Habîb Raîs yang baru 4 bulan mengikuti Ceramah/ Satsangnya, telah dapat diterima untuk diinisiasi. Bahkan dari sekian ribu orang yang mengajukan permohonan untuk diinisasi saat itu, ternyata yang diterima saat itu, adalah hanya 33 orang, dan bahkan nama Habib Rais lah yang tertulis pada urutan yang pertama (teratas). Pada keilmuan di majelis ini, setiap orang yang diinisiasi menjadi Murid (atsangi), maka ia diberi Lima Nama Suci yang harus diulang-ulang (Dzikirkan) dalam setiap harinya dalam Simran (kontempelasi) dan Bayan (Mendengarkan suara).

10. Syekh Harûn al-Rasyîd (Syekh Faye);
Beliau adalah seorang Mursyid Tharîqat Murîdiyyah–Musthafâwiyyah, dan beberapa tharîqat lainnya. Syekh Faye sangat masyhur di daerah Afrika. Syekh Faye mempunyai banyak murid di Sinegal, asal daerah kelahirannya, serta di Amerika dan sebagainya. Habîb Raîs berbaiat kepada Syekh Faye pada awal tahun 2003. Atas bimbingan Syekh Faye, Habib Rais telah melakukan khalwat selama 5 hari di gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, dan mendapatkan Natijahnya dengan sangat baik. Kemudian Syekh Faye melanjutkan beberapa pelajaran yang sangat besar nilainya kepada Habîb Raîs. Mudah-mudahan AlLâh SWT. senantiasa memberikan perlindungan dan barakat selalu kepada beliau dan keluarga serta semua pengikutnya di dunia sampai yaumil ma’syar. amin ya rabbal alamiin .