Saudaraku yg kumuliakan,
saya adalah seorang anak yg sangat dimanja
oleh ayah saya, ayah saya selalu memanjakan saya lebih dari anaknya yg
lain, namun dimasa baligh, justru saya yg putus sekolah, semua kakak
saya wisuda, ayah bunda saya bangga pada mereka, dan kecewa pada saya,
karena saya malas sekolah, saya lebih senang hadir majelis maulid
Almarhum Al Arif billah Alhabib Umar bin Hud Alalttas, dan Majelis
taklim kamis sore di empang bogor, masa itu yg mengajar adalah Al Marhum
Al Allamah Alhabib Husein bin Abdullah bin Muhsin Alattas dg kajian
Fathul Baari.
sisa hari hari saya adalah
bershalawat 1000 siang 1000 malam, zikir beribu kali, dan puasa nabi
daud as, dan shalat malam berjam jam, saya pengangguran, dan sangat
membuat ayah bunda malu.
ayah saya 10 tahun belajar dan tinggal
di Makkah, guru beliau adalah Almarhum Al Allamah Alhabib Alwi Al
Malikiy, ayah dari Al Marhum Al Allamah Assayyid Muhammad bin Alwi Al
Malikiy, ayah saya juga sekolah di Amerika serikat, dan mengambil gelar
sarjana di New york university.
almarhum ayah sangat malu, beliau
mumpuni dalam agama dan mumpuni dalam kesuksesan dunia, beliau berkata
pada saya : kau ini mau jadi apa?, jika mau agama maka belajarlah dan
tuntutlah ilmu sampai keluar negeri, jika ingin mendalami ilmu dunia
maka tuntutlah sampai keluar negeri, namun saranku tuntutlah ilmu agama,
aku sudah mendalami keduanya, dan aku tak menemukan keberuntungan apa
apa dari kebanggaan orang yg sangat menyanjung negeri barat, walau aku
sudah lulusan New York University, tetap aku tidak bisa sukses di dunia
kecuali dg kelicikan, saling sikut dalam kerakusan jabatan, dan aku
menghindari itu.
maka ayahanda almarhum hidup dalam kesederhanaan
di cipanas, cianjur, Puncak. Jawa barat, beliau lebih senang menyendiri
dari ibukota, membesarkan anak anaknya, mengajari anak2nya mengaji,
ratib, dan shalat berjamaah.
namun saya sangat mengecewakan ayah bunda karena boleh dikatakan : dunia tidak akhiratpun tidak.
namun
saya sangat mencintai Rasul saw, menangis merindukan Rasul saw, dan
sering dikunjungi Rasul saw dalam mimpi, Rasul saw selalu menghibur saya
jika saya sedih, suatu waktu saya mimpi bersimpuh dan memeluk lutut
beliau saw, dan berkata wahai Rasulullah saw aku rindu padamu, jangan
tinggalkan aku lagi, butakan mataku ini asal bisa jumpa dg mu.., ataukan
matikan aku sekarang, aku tersiksa di dunia ini,,, Rasul saw menepuk
bahu saya dan berkata : munzir, tenanglah, sebelum usiamu mencapai 40
tahun kau sudah jumpa dg ku.., maka saya terbangun..
akhirnya
karena ayah pensiun, maka ibunda membangun losmen kecil didepan rumah
berupa 5 kamar saja, disewakan pada orang yg baik baik, untuk biaya
nafkah, dan saya adalah pelayan losmen ibunda saya.
setiap
malam saya jarang tidur, duduk termenung dikursi penerimaan tamu yg cuma
meja kecil dan kursi kecil mirip pos satpam, sambil menanti tamu,
sambil tafakkur, merenung, melamun, berdzikir, menangis dan shalat malam
demikian malam malam saya lewati,
siang hari saya puasa
nabi daud as, dan terus dilanda sakit asma yg parah, maka itu semakin
membuat ayah bunda kecewa, berkata ibunda saya : kalau kata orang, jika
banyak anak, mesti ada satu yg gagal, ibu tak mau percaya pada ucapan
itu, tapi apakah ucapan itu kebenaran?.
saya terus menjadi
pelayan di losmen itu, menerima tamu, memasang seprei, menyapu kamar,
membersihkan toilet, membawakan makanan dan minuman pesanan tamu, berupa
teh, kopi, air putih, atau nasi goreng buatan ibunda jika dipesan tamu.
sampai
semua kakak saya lulus sarjana, saya kemudian tergugah untuk mondok,
maka saya pesantren di Hb Umar bin Abdurrahman Assegaf di Bukit duri
jakarta selatan, namun hanya dua bulan saja, saya tidak betah dan sakit
sakitan karena asma terus kambuh, maka saya pulang.
ayah makin
malu, bunda makin sedih, lalu saya prifat saja kursus bahasa arab di
kursus bahasa arab assalafi, pimpinan Almarhum Hb Bagir Alattas,
ayahanda dari hb Hud alattas yg kini sering hadir di majelis kita di
almunawar.
saya harus pulang pergi jakarta cipanas yg saat itu
ditempuh dalam 2-3 jam, dg ongkos sendiri, demikian setiap dua kali
seminggu, ongkos itu ya dari losmen tsb.
saya selalu hadir maulid
di almarhum Al Arif Billah Alhabib Umar bin Hud alattas yg saat itu di
cipayung, jika tak ada ongkos maka saya numpang truk dan sering hujan
hujanan pula.
sering saya datang ke maulid beliau malam jumat
dalam keadaan basah kuyup, dan saya diusir oleh pembantu dirumah beliau,
karena karpet tebal dan mahal itu sangat bersih, tak pantas saya yg
kotor dan basah menginjaknya, saya terpaksa berdiri saja berteduh
dibawah pohon sampai hujan berhenti dan tamu tamu berdatangan, maka saya
duduk dil;uar teras saja karena baju basah dan takut dihardik sang
penjaga.
saya sering pula ziarah ke luar batang, makam Al Habib
husein bin Abubakar Alaydrus, suatu kali saya datang lupa membawa peci,
karena datang langsung dari cipanas, maka saya berkata dalam hati, wahai
Allah, aku datang sebagai tamu seorang wali Mu, tak beradab jika aku
masuk ziarah tanpa peci, tapi uangku pas pasan, dan aku lapar, kalau aku
beli peci maka aku tak makan dan ongkos pulangku kurang..,
maka
saya memutuskan beli peci berwarna hijau, karena itu yg termurah saat
itu di emperan penjual peci, saya membelinya dan masuk berziarah, sambil
membaca yaasin utk dihadiahkan pada almarhum, saya menangisi kehidupan
saya yg penuh ketidak tentuan, mengecewakan orang tua, dan selalu lari
dari sanak kerabat, karena selalu dicemooh, mereka berkata : kakak2mu
semua sukses, ayahmu lulusan makkah dan pula new york university, koq
anaknya centeng losmen..
maka saya mulai menghindari kerabat, saat lebaranpun saya jarang berani datang, karena akan terus diteror dan dicemooh.
walhasil
dalam tangis itu saya juga berkata dalam hati, wahai wali Allah, aku
tamumu, aku membeli peci untuk beradab padamu, hamba yg shalih disisi
Allah, pastilah kau dermawan dan memuliakan tamu, aku lapar dan tak
cukup ongkos pulang..,
lalu dalam saya merenung, datanglah
rombongan teman teman saya yg pesantren di Hb Umar bin Abdurrahman
Assegaf dg satu mobil, mereka senang jumpa saya, sayapun ditraktir
makan, saya langsung teringat ini berkah saya beradab di makam wali
Allah..
lalu saya ditanya dg siapa dan mau kemana, saya katakan
saya sendiri dan mau pulang ke kerabat ibu saya saja di pasar sawo, kb
Nanas Jaksel, mereka berkata : ayo bareng saja, kita antar sampai kebon
nanas, maka sayapun semakin bersyukur pada Allah, karena memang ongkos
saya tak akan cukup jika pulang ke cipanas, saya sampai larut malam di
kediaman bibi dari Ibu saya, di ps sawo kebon nanas, lalu esoknya saya
diberi uang cukup untuk pulang, sayapun pulang ke cipanas..
tak
lama saya berdoa, wahai Allah, pertemukan saya dg guru dari orang yg
paling dicintai Rasul saw, maka tak lama saya masuk pesantren Al Habib
Hamid Nagib bin Syeikh Abubakar di Bekasi timur, dan setiap saat mahal
qiyam maulid saya menangis dan berdoa pada Allah untuk rindu pada Rasul
saw, dan dipertemukan dg guru yg paling dicintai Rasul saw, dalam
beberapa bulan saja datanglah Guru Mulia Al Musnid Al Allamah Al Habib
Umar bin Hafidh ke pondok itu, kunjungan pertama beliau yaitu pd 1994.
selepas
beliau menyampaikan ceramah, beliau melirik saya dg tajam.., saya hanya
menangis memandangi wajah sejuk itu.., lalu saat beliau sudah naik ke
mobil bersama almarhum Alhabib Umar maula khela, maka Guru Mulia
memanggil Hb Nagib Bin Syeikh Abubakar, Guru mulia berkata bahwa beliau
ingin saya dikirim ke Tarim Hadramaut yaman untuk belajar dan menjadi
murid beliau,
Guru saya hb Nagib bin syeikh abubakar mengatakan
saya sangat belum siap, belum bisa bahasa arab, murid baru dan belum
tahu apa apa, mungkin beliau salah pilih..?, maka guru mulia menunjuk
saya, itu.. anak muda yg pakai peci hijau itu..!, itu yg saya
inginkan.., maka Guru saya hb Nagib memanggil saya utk jumpa beliau,
lalu guru mulia bertanya dari dalam mobil yg pintunya masih terbuka :
siapa namamu?, dalam bahasa arab tentunya, saya tak bisa menjawab karena
tak faham, maka guru saya hb Nagib menjawab : kau ditanya siapa
namamu..!, maka saya jawab nama saya, lalu guru mulia tersenyum..
keesokan
harinya saya jumpa lagi dg guru mulia di kediaman Almarhum Hb bagir
Alattas, saat itu banyak para habaib dan ulama mengajukan anaknya dan
muridnya untuk bisa menjadi murid guru mulia, maka guru mulia mengangguk
angguk sambil kebingungan menghadapi serbuan mereka, lalu guru mulia
melihat saya dikejauhan, lalu beliau berkata pada almarhum hb umar maula
khela : itu.. anak itu.. jangan lupa dicatat.., ia yg pakai peci hijau
itu..!,
guru mulia kembali ke Yaman, sayapun langsung ditegur
guru saya hb Nagib bin syekh abubakar, seraya berkata : wahai munzir,
kau harus siap siap dan bersungguh sungguh, kau sudah diminta berangkat,
dan kau tak akan berangkat sebelum siap..
dua bulan kemudian
datanglah Almarhum Alhabib Umar maula khela ke pesantren, dan menanyakan
saya, alm hb umar maulakhela berkata pada hb nagib : mana itu munzir
anaknya hb Fuad almusawa?, dia harus berangkat minggu ini, saya ditugasi
untuk memberangkatkannya, maka hb nagib berkata saya belum siap, namun
alm hb umar maulakhela dg tegas menjawab : saya tidak mau tahu, namanya
sudah tercantum untuk harus berangkat, ini pernintaan AL Habib Umar bin
Hafidh, ia harus berangkat dlm dua minggu ini bersama rombongan
pertama..
saya persiapkan pasport dll, namun ayah saya keberatan,
ia berkata : kau sakit sakitan, kalau kau ke Mekkah ayah tenang, karena
banyak teman disana, namun ke hadramaut itu ayah tak ada kenalan,
disana negeri tandus, bagaimana kalau kau sakit?, siapa yg
menjaminmu..?,
saya pun datang mengadu pd Almarhum Al Arif
billah Alhabib Umar bin hud Alattas,beliau sudah sangat sepuh, dan
beliau berkata : katakan pada ayahmu, saya yg menjaminmu, berangkatlah..
saya
katakan pada ayah saya, maka ayah saya diam, namun hatinya tetap berat
untuk mengizinkan saya berangkat, saat saya mesti berangkat ke bandara,
ayah saya tak mau melihat wajah saya, beliau buang muka dan hanya
memberikan tangannya tanpa mau melihat wajah saya, saya kecewa namun
saya dg berat tetap melangkah ke mobil travel yg akan saya naiki, namun
saat saya akan naik, terasa ingin berpaling ke belakang, saya lihat nun
jauh disana ayah saya berdiri dipagar rumah dg tangis melihat
keberangkatan saya..., beliau melambaikan tangan tanda ridho, rupanya
bukan beliau tidak ridho, tapi karena saya sangat disayanginya dan
dimanjakannya, beliau berat berpisah dg saya, saya berangkat dg airmata
sedih..
saya sampai di tarim hadramaut yaman dikediaman guru
mulia, beliau mengabsen nama kami, ketika sampai ke nama saya dan beliau
memandang saya dan tersenyum indah,
tak lama kemudian terjadi
perang yaman utara dan yaman selatan, kami di yaman selatan, pasokan
makanan berkurang, makanan sulit, listrik mati, kamipun harus berjalan
kaki kemana mana menempuh jalan 3-4km untuk taklim karena biasanya dg
mobil mobil milik guru mulia namun dimasa perang pasokan bensin sangat
minim
suatu hari saya dilirik oleh guru mulia dan berkata :
Namamu Munzir.. (munzir = pemberi peringatan), saya mengangguk, lalu
beliau berkata lagi : kau akan memberi peringatan pada jamaahmu
kelak...!.
maka saya tercenung.., dan terngiang ngiang ucapan
beliau : kau akan memberi peringatan pada jamaahmu kelak...?, saya akan
punya jamaah?, saya miskin begini bahkan untuk mencuci bajupun tak
punya uang untuk beli sabun cuci..
saya mau mencucikan baju
teman saya dg upah agar saya kebagian sabun cucinya, malah saya dihardik
: cucianmu tidak bersih...!, orang lain saja yg mencuci baju ini..
maka
saya terpaksa mencuci dari air bekas mengalirnya bekas mereka mencuci,
air sabun cuci yg mengalir itulah yg saya pakai mencuci baju saya
hari
demi hari guru mulia makin sibuk, maka saya mulai berkhidmat pada
beliau, dan lebih memilih membantu segala permasalahan santri, makanan
mereka, minuman, tempat menginap dan segala masalah rumah tangga santri,
saya tinggalkan pelajaran demi bakti pada guru mulia membantu beliau,
dengan itu saya lebih sering jumpa beliau.
2 tahun di yaman ayah saya sakit, dan telepon, beliau berkata : kapan kau pulang wahai anakku..?, aku rindu..?
saya jawab : dua tahun lagi insya Allah ayah..
ayah menjawab dg sedih ditelepon.. duh.. masih lama sekali.., telepon ditutup, 3 hari kemudian ayah saya wafat..
saya
menangis sedih, sungguh kalau saya tahu bahwa saat saya pamitan itu
adalah terakhir kali jumpa dg beliau.. dan beliau buang muka saat saya
mencium tangan beliau, namun beliau rupanya masih mengikuti saya, keluar
dari kamar, keluar dari rumah, dan berdiri di pintu pagar halaman rumah
sambil melambaikan tangan sambil mengalirkan airmata.., duhai,, kalau
saya tahu itulah terakhir kali saya melihat beliau,., rahimahullah..
tak
lama saya kembali ke indonesia, tepatnya pada 1998, mulai dakwah
sendiri di cipanas, namun kurang berkembang, maka say mulai dakwah di
jakarta, saya tinggal dan menginap berpindah pindah dari rumah kerumah
murid sekaligus teman saya, majelis malam selasa saat itu masih
berpindah pindah dari rumah kerumah, mereka murid2 yg lebih tua dari
saya, dan mereka kebanyakan dari kalangan awam, maka walau saya sudah
duduk untuk mengajar, mereka belum datang, saya menanti, setibanya
mereka yg cuma belasan saja, mereka berkata : nyantai dulu ya bib,
ngerokok dulu ya, ngopi dulu ya, saya terpaksa menanti sampai mereka
puas, baru mulai maulid dhiya'ullami.., jamaah makin banyak, mulai tak
cukup dirumah rumah, maka pindah pindah dari musholla ke musholla,.
jamaah makin banyak, maka tak cukup pula musholla, mulai berpindah
pindah dari masjid ke masjid,
lalu saya membuka majelis
dihari lainnya, dan malam selasa mulai ditetapkan di masjid almunawar,
saat itu baru seperempat masjid saja, saya berkata : jamaah akan semakin
banyak, nanti akan setengah masjid ini, lalu akan memenuhi masjid ini,
lalu akan sampai keluar masjid insya Allah.. jamaah mengaminkan..
mulailah
dibutuhkan kop surat, untuk undangan dlsb, maka majelis belum diberi
nama, dan saya merasa majelis dan dakwah tak butuh nama, mereka sarankan
majelis hb munzir saja, saya menolak, ya sudah, majelis rasulullah saw
saja,
kini jamaah Majelis Rasulullah sudah jutaan, di
Jabodetabek, jawa barat, banten, jawa tengah, jawa timur, bali, mataram,
kalimantan, sulawesi, papua, singapura, malaysia, bahkan sampai ke
Jepang, dan salah satunya kemarin hadir di majelis haul badr kita di
monas, yaitu Profesor dari Jepang yg menjadi dosen disana, dia datang
keindonesia dan mempelajari bidang sosial, namun kedatangannya juga
karena sangat ingin jumpa dg saya, karena ia pengunjung setia web ini,
khususnya yg versi english..
sungguh agung anugerah Allah swt pada orang yg mencintai Rasulullah saw, yg merindukan Rasulullah saw...
itulah
awal mula hamba pendosa ini sampai majelis ini demikian besar, usia
saya kini 38 tahun jika dg perhitungan hijriah, dan 37 th jika dg
perhitungan masehi, saya lahir pd Jumat pagi 19 Muharram 1393 H, atau 23
februari 1973 M.
perjanjian Jumpa dg Rasul saw adalah sblm usia saya tepat 40 tahun, kini sudah 1431 H,
mungkin sblm sempurna 19 Muharram 1433 H saya sudah jumpa dg Rasul saw, namun apakah Allah swt akan menambah usia pendosa ini..?
Wallahu a'lam
Abuya dimyati orang Jakarta biasa
menyapa, dikenal sebagai sosok yang sederhana dan tidak kenal menyerah.
Hampir seluruh kehidupannya didedikasikan untuk ilmu dan dakwah.
Menelusuri
kehidupan ulama Banten ini seperti melihat warna-warni dunia sufistik.
Perjalanan spiritualnya dengan beberapa guru sufi seperti Kiai Dalhar
Watucongol. Perjuangannya yang patut diteladani. Bagi masyarakat
Pandeglang Provinsi Banten Mbah Dim sosok sesepuh yang sulit
tergantikan. Lahir sekitar tahun 1925 dikenal pribadi bersahaja dan
penganut tarekat yang disegani.
Abuya Dimyati juga kesohor
sebagai guru pesantren dan penganjur ajaran Ahlusunah Wal Jama’ah.
Pondoknya di Cidahu, Pandeglang, Banten tidak pernah sepi dari para tamu
maupun pencari ilmu. Bahkan menjadi tempat rujukan santri, pejabat
hingga kiai. Semasa hidupnya, Abuya Dimyati dikenal sebagai gurunya dari
para guru dan kiainya dari para kiai. Masyarakat Banten menjuluki
beliau juga sebagai pakunya daerah Banten. Abuya Dimyati dikenal sosok
ulama yang mumpuni. Bukan saja mengajarkan ilmu syari’ah tetapi juga
menjalankan kehidupan dengan pendekatan tasawuf. Abuya dikenalsebagai
penganut tarekat Naqsabandiyyah Qodiriyyah.
Tidak salah kalau
sampai sekarang telah mempunyai ribuan murid. Mereka tersebar di seluruh
penjuru tanah air bahkan luar negeri. Sewaktu masih hidup ,
pesantrennya tidak pernah sepi dari kegiatan mengaji. Bahkan Mbah Dim
mempunyai majelis khusus yang namanya Majelis Seng. Hal ini diambil
Dijuluki seperti ini karena tiap dinding dari tempat pengajian sebagian
besar terbuat dari seng. Di tempat ini pula Abuya Dimyati menerima
tamu-tamu penting seperti pejabat pemerintah maupun para petinggi
negeri. Majelis Seng inilah yang kemudian dipakainya untuk pengajian
sehari-hari semenjak kebakaran hingga sampai wafatnya.
Abuya
berguru pada ulama-ulama sepuh di tanah Jawa. Di antaranya Abuya Abdul
Chalim, Abuya Muqri Abdul Chamid, Mama Achmad Bakri (Mama Sempur), Mbah
Dalhar Watucongol, Mbah Nawawi Jejeran Jogja, Mbah Khozin Bendo Pare,
Mbah Baidlowi Lasem, Mbah Rukyat Kaliwungu dan masih banyak lagi.
Kesemua guru-guru beliau bermuara pada Syech Nawawi al Bantani. Kata
Abuya, para kiai sepuh tersebut adalah memiliki kriteria kekhilafahan
atau mursyid sempurna, setelah Abuya berguru, tak lama kemudian para
kiai sepuh wafat.
Ketika mondok di Watucongol, Abuya sudah
diminta untuk mengajar oleh Mbah Dalhar. Satu kisah unik ketika Abuya
datang pertama ke Watucongol, Mbah Dalhar memberi kabar kepada
santri-santri besok akan datang ‘kitab banyak’. Dan hal ini terbukti
mulai saat masih mondok di Watucongol sampai di tempat beliau mondok
lainya, hingga sampai Abuya menetap, beliau banyak mengajar dan mengorek
kitab-kitab. Di pondok Bendo, Pare, Abuya lebih di kenal dengan sebutan
‘Mbah Dim Banten’. Karena, kewira’i annya di setiap pesantren yang
disinggahinya selalu ada peningkatan santri mengaji.
Alam Spritual
Dibanding
dengan ulama kebanyakan, Abuya Dimyati ini menempuh jalan spiritual
yang unik. Dalam setiap perjalanan menuntut ilmu dari pesantren yang
satu ke pesantren yang lain selalu dengan kegiatan Abuya mengaji dan
mengajar. Hal inipun diterapkan kepada para santri. Dikenal sebagai
ulama yang komplet karena tidak hanya mampu mengajar kitab tetapi juga
dalam ilmu seni kaligrafi atau khat. Dalam seni kaligrafi ini, Abuya
mengajarkan semua jenis kaligrafi seperti khufi, tsulust, diwani, diwani
jally, naskhy dan lain sebagainya. Selain itu juga sangat mahir dalam
ilmu membaca al Quran.
Bagi Abuya hidup adalah ibadah. Tidak
salah kalau KH Dimyati Kaliwungu, Kendal Jawa Tengah pernah berucap
bahwa belum pernah seorang kiai yang ibadahnya luar biasa. Menurutnya
selama berada di kaliwungu tidak pernah menyia-nyiakan waktu. Sejak
pukul 6 pagi usdah mengajar hingga jam 11.30. setelah istirahat sejenak
selepas Dzuhur langsung mengajar lagi hingga Ashar. Selesai sholat ashar
mengajar lagi hingga Maghrib. Kemudian wirid hingga Isya. Sehabis itu
mengaji lagi hingga pukul: 24 malam. Setelah itu melakukan qiyamul lail
hingga subuh.
Di sisi lain ada sebuah kisah menarik. Ketika
bermaksud mengaji di KH Baidlowi, Lasem. Ketika bertemu dengannya, Abuya
malah disuruh pulang. Namun Abuya justru semakin mengebu-gebu untuk
menuntut ilmu. Sampai akhirnya kiai Khasrtimatik itu menjawab, “Saya
tidak punya ilmu apa-apa.” Sampai pada satu kesempatan, Abuya Dimyati
memohon diwarisi thariqah. KH Baidlowio pun menjawab,” Mbah Dim, dzikir
itu sudah termaktub dalam kitab, begitu pula dengan selawat, silahkan
memuat sendiri saja, saya tidak bisa apa-apa, karena tarekat itu adalah
sebuah wadzifah yang terdiri dari dzikir dan selawat.” Jawaban tersebut
justru membuat Abuya Dimyati penasaran. Untuk kesekian kalinya dirinya
memohon kepada KH Baidlowi. Pada akhirnya Kiai Baidlowi menyuruh Abuya
untuk solat istikharah. Setelah melaksanakan solat tersebut sebanyak
tiga kali, akhirnya Abuya mendatangi KH Baidlowi yang kemudian diijazahi
Thariqat Asy Syadziliyah.
Dipenjara Dan Mbah Dalhar
Mah Dim
dikenal seagai salah satu orang yang sangat teguh pendiriannya.
Sampai-sampai karena keteguhannya ini pernah dipenjara pada zaman Orde
Baru. Pada tahun 1977 Abuya sempat difitnah dan dimasukkan ke dalam
penjara. Hal ini disebabkan Abuya sangat berbeda prinsip dengan
pemerintah ketika terjadi pemilu tahun tersebut. Abuya dituduh menghasut
dan anti pemerintah. Abuya pun dijatuhi vonis selama enam bulan. Namun
empat bulan kemudian Abuya keluar dari penjara.
Ada beberapa
kitab yang dikarang oleh Abuya Dimyati. Diantaranya adalah Minhajul
Ishthifa. Kitab ini isinya menguraikan tentang hidzib nashr dan hidzib
ikhfa. Dikarang pada bulan Rajab H 1379/ 1959 M. Kemudian kitab Aslul
Qodr yang didalamya khususiyat sahabat saat perang Badr. Tercatat pula
kitab Roshnul Qodr isinya menguraikan tentang hidzib Nasr. Rochbul Qoir I
dan II yang juga sama isinya yaitu menguraikan tentang hidzib Nasr.
Selanjutnya
kitab Bahjatul Qooalaid, Nadzam Tijanud Darori. Kemudian kitab tentang
tarekat yang berjudul Al Hadiyyatul Jalaliyyah didalamnya membahas
tentang tarekat Syadziliyyah. Ada cerita-cerita menarik seputar Abuya
dan pertemuannya dengan para kiai besar. Disebutkan ketika bertemu
dengen Kiai Dalhar Watucongol Abuya sempat kaget. Hal ini disebabkan
selama 40 hari Abuya tidak pernah ditanya bahkan dipanggil oleh Kiai
Dalhar. Tepat pada hari ke 40 Abuya dipanggil Mbah Dalhar. “Sampeyan mau
jauh-jauh datang ke sini?” tanya kiai Dalhar. Ditanya begitu Abuya pun
menjawab, “Saya mau mondok mbah.” Kemudian Kiai Dalhar pun berkata,”
Perlu sampeyan ketahui, bahwa disini tidak ada ilmu, justru ilmu itu
sudah ada pada diri sampeyan. Dari pada sampeyan mondok di sini
buang-buang waktu, lebih baik sampeyan pulang lagi ke Banten, amalkan
ilmu yang sudah ada dan syarahi kitab-kitab karangan mbah-mbahmu. Karena
kitab tersebut masih perlu diperjelas dan sangat sulit dipahami oleh
orang awam.”
Mendengar jawaban tersebut Abuya Dimyati menjawab,
”Tujuan saya ke sini adalah untuk mengaji, kok saya malah disuruh pulang
lagi? Kalau saya disuruh mengarang kitab, kitab apa yang mampu saya
karang?” Kemudian Kiai Dalhar memberi saran,”Baiklah, kalau sampeyan mau
tetap di sini, saya mohon ajarkanlah ilmu sampeyan kepada santri-santri
yang ada di sini dan sampeyan jangan punya teman.” Kemudian Kiai Dalhar
memberi ijazah tareqat Syadziliyah kepada Abuya.